Pepatah tersebut mungkin cocok dengan kondisi pergaulan antara pria dan wanita di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri). Pasalnya STAIN sebagai kampus yang berbasis islam seharusnya memberi panutan yang baik bagi masyarakat, tetapi kenyataannya masih ada saja mahasiswa yang belum bisa menerapkan ajaran-ajaran islam dalam bergaul dengan mahasiswa lain. Mereka masih cenderung bebas dan tidak jarang dijumpai mahasiswa berduaan dengan selain muhrim. hal inilah yang sering menjadi sorotan warga. Karena ulah mereka yang hanya beberapa itu, akhirnya nama keluarga besar STAIN juga tercemar. Ini menjadi pekerjaan besar bagi pihak-pihak terkait untuk mengendalikan mereka yang belum sadar akan moral pergaulan dalam islam. Kun Wazis ketika saya tanya kenapa tidak dipisahkan saja kelas laki-laki dan perempuan, beliau menjawab, " Ya kalau itu masih belum bisa mbak, karena STAIN merupakan lembaga resmi pemerintah. Jadi kita tidak bisa membuat peraturan begitu saja". Setelah berhenti sejenak, salah satu dosen dari jurusan Dakwah ini melanjutkan, " Menurut saya, meskipun satu kelas itu campur antara laki-laki dan perempuan, sebaiknya tempat duduknya diatur, tapi ini juga tergantung pada dosen masing-masing. Mahasiswa harus bisa memposisikan dirinya dimana dia pantas duduk dan dimana tempat dia berinteraksi".
Nampaknya pernyataan tersebut sudah mulai diterapkan oleh mahasiswa program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Mereka mulai membiasakan memisah tempat duduk antara laki-laki dan perempuan. Semoga saja kelas-kelas lain juga mengikutinga dan bisa menjadi kebiasaan mereka dimanapun dan kapanpun. Sehingga nama baik STAIN juga tetap terjaga sebagai kampus islam yang pantas menjadi panutan bagi masyarakat luas.
by; Lulukminoz@gmail.com
by; Lulukminoz@gmail.com
Posting Komentar